Freeport Sebelum Reformasi
Indonesia adalah negara yang kaya akan hasil tambang, dari sabang sampai merauke, serta dipimpin oleh presiden yang tidak ingin menjual aset negara ke pihak asing. Presiden Soekarno. Banyak pemimpin negara di Asia dan Afrika seperti Nelson Mandela, PM India Pandit Jawaharlal Nehru, dan bahkan nama Soekarno diabadikan sebagai nama jalan di Mesir, Maroko, dan Pakistan karena terinspirasi oleh gagasan Presiden Sukarno untuk mandiri, berdikari, dan terbebas dari kolonialisme.
Sedikitnya pernah ada 7 kali usaha pembunuhan terhadap Presiden Soekarno: Granat Cikini, Pencegatan Rajamandala, Granat Makassar, Penembakan Idul Adha, Penembakan Mortir Kahar Muzakar, Granat Cimanggis, dan Penembakan Istana Presiden oleh Pilot Daniel Maukar, tapi Presiden lolos dari semua percobaan itu. USA juga dikatakan ikut andil dalam usaha penggulingan Presiden Soekarno. CIA menyediakan 15 pesawat bomber B-26 untuk para pemberontak PRRI/Permesta. Pemberontakan berhasil ditumpas, ada seorang pilot USA tertangkap (Allen Lawrence Pope) pada 1959. Rentetan peristiwa tersebut semakin memperkeruh hubungan Indonesia dengan blok barat, terutama USA. Walaupun kita semua tahu bahwa Indonesia adalah negara non-blok, tetapi hubungan Indonesia dengan blok timur lebih harmonis daripada dengan negara-negara blok barat. Beberapa kali Presiden Soekarno mengunjungi Uni Soviet dalam masa jabatannya (1961) dan sebaliknya (Nikita Kruschev mengunjungi Indonesia).
Pada 30 September 1965 terjadilah peristiwa kelam Bangsa Indonesia, penculikan serta pembunuhan 7 jendral TNI Angkatan Darat, atau yang kita kenal sebagai peristiwa G30SPKI. G30SPKI dianggap sebagai percobaan kudeta yang didalangi oleh PKI. Para simpatisan PKI dipenjara dan banyak juga yang dieksekusi tanpa proses pengadilan. Maka dari itu keluarlah SUPERSEMAR (11 Maret 1966) yang mengatakan bahwa pemerintahan untuk sementara diserahkan kepada militer karena keadaan yang sudah genting. Jendral Soeharto yang pada saat itu merupakan panglima tertinggi Angkatan Darat, sehingga ia yang menggantikan posisi Presiden Soekarno dan diangkat menjadi presiden pada 1967.
Tak berselang lama sejak Soeharto menjadi Presiden, masuklah perusahaan raksasa asal USA ke Indonesia. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Modal Asing, kontrak karya Freeport ditandatangani pertama kali pada 7 April 1967 antara pemerintah Indonesia dengan PT Freeport Indonesia (PT FI), anak perusahaan Freeport McMoran Copper & Gold Inc. FI memperoleh konsesi wilayah penambangan lebih dari 1000 hektar di Timika, Papua, dan dengan waktu konsensi 30 tahun lamanya. Anehnya, perjanjian kontrak karya saat itu tidak secara tegas mengatur porsi pembagian saham dan royalti yang harus diberikan kepada pemerintah Indonesia. Mengemukanya keanehan itu tidak menutup kemungkinan adanya indikasi skandal suap di balik keputusan itu.
Anomali kembali muncul pada saat diputuskan perpanjangan Kontrak Karya Freeport pada 1991. Perpanjangan itu seharusnya diputuskan pada 1997, tapi 6 tahun sebelum berakhirnya masa kontrak, Kontrak Karya Freeport sudah diperpanjang lagi selama 20 tahun, hingga berakhir pada 2021. Keanehan lainnya adalah adanya keputusan penambahan area penambangan dan penentuan pembagian saham serta penetapan royalti. Pemerintah Indonesia mau-maunya memberikan tambahan area penambangan hingga menjadi 2,6 juta hektar dan bersedia menerima begitu saja pembagian saham hanya sebesar 9,36%, sedangkan PT Freeport Indonesia menggenggam saham mayoritas sebesar 90,64%. Adapun royalti yang diberikan PT FI kepada Pemerintah Indonesia pada saat itu hanya 1 - 3,5%.
Mogok Kerja dan Cerita-cerita Pensiunan PT FI
Pada tahun 2011 (terhitung mulai 15 September 2015), terjadilah peristiwa mogok kerja secara massal oleh karyawan PT FI, terutama para buruh kerja lokal. Upah yang sangat kecil menurut mereka, menjadi penyebab utama terjadinya mogok kerja. Mereka menginginkan kenaikan gaji dari 17-20 ribu rupiah/jam menjadi sekitar 150-360 ribu rupiah/jam. Upah yang hanya sebesar 3,5 juta sampai 5,5 juta rupiah sungguh tidak sebanding dengan upah karyawan/buruh kerja di Freeport Peru yang 2 kali lipat upah karyawan PT FI. Padahal PT FI memproduksi 95% emas yang beredar di dunia.
Para pemogok melakukan demo besar-besaran pada 10 Oktober 2011 di TImika. Demo berubah menjadi anarkis, lalu ditanggapi dengan peluru tajam oleh POLRI yang memakan korban jiwa dari pendemo. 1 anggota POLRI juga tewas saat kejadian tersebut. Sungguh miris rasanya, aparat seakan lebih memilih membela dan menjaga perusahaan asing daripada mengayomi warga negaranya yang sedang menuntut hak mereka. Kemana peran pemerintah? Setakut itukah pemerintah dengan raksasa Freeport, hingga para pekerja seakan-akan disuruh berjuang sendiri?
Ada juga kasus-kasus “penipuan” yang dilakukan oleh PT FI kepada pensiunannya. Seperti, karyawan yang pada masa akhir pekerjaannya, dimutasi ke anak perusahaan PT FI, agar pada saat mereka pensiun, uang pensiun yang mereka terima hanya dihitung dari masa mereka bekerja di anak perusahaan tersebut. Bahkan ada kasus pensiunan yang telah bekerja selama 35 tahun dan gaji terkhirnya hanya 5,5 juta rupiah, sungguh miris. Ada juga pembagian saham kepada karyawan yang katanya jika sudah pensiun bisa ditukarkan kembali kepada perusahaan, tetapi pada kenyataan tidak seperti itu. Saham tidak bisa ditukarkan dan kata perusahaan, uang telah diberikan kepada para pensiunan. Para pensiunan telah berusaha melaporkan kasus ini ke pengadilan, tetapi pengadilan malah mempersulit dan tidak aktif membantu menyelesaikan permasalahan ini dengan PT FI. Padahal para pensiunan memiliki kontrak kerja yang jelas, dan seharusnya bisa menang telah di pengadilan melawan PT FI, tetapi sekali lagi mereka (para pensiunan) tidak dianggap.
OPM dan “Konspirasi Penembakan”
Organisasi Papua Merdeka adalah suatu keinginan untuk makar dan keluar dari NKRI. Tidak heran jika mereka ingin merdeka sendiri, melihat keadaan hidup mereka di sana yang sungguh jauh berbeda dengan pulau-pulau lain di Indonesia. OPM juga dianggap bertanggungjawab terhadap beberapa penembakan misterius yang terjadi di Papua, terutama penembakan terhadap karyawan PT FI, walaupun tidak ada bukti yang jelas. Karena serangkaian peristiwa penembakan tersebut, PT FI menambah biaya keamanan sampai 700 milyar rupiah. Melihat ini, tidak menutup kemungkinan adanya “permainan tingkat tinggi” aparat untuk mendapat uang segar dari PT FI dengan mengkambinghitamkan rakyat Papua dan mengorbankan karyawan Freeport. Semoga kemungkinan ini tidak pernah terjadi.
Nasib PT FI sekarang
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2014, proses renegosiasi perpanjangan Kontrak Karya Freeport hanya bisa dilakukan dua tahun sebelum kontrak berakhir, yakni pada 2019. Dan saya yakin pemerintah tidak akan memperpanjang kontrak kerja PT FI.
Pada saat berakhirnya Kontrak Karya Freeport pada 2021, pengelolaan Freeport diserahkan sepenuhnya kepada BUMN, yang seratus persen sahamnya dikuasai oleh negara.